Postingan

Menampilkan postingan dari 2021

Dialisis Asa

Balai Bifurkasi

 Bila benar hati adalah tempat tinggal terbaik bagi perasaan  Mungkin kau tidak akan menemuinya di dalam diriku  Ia telah hancur berserakan  Tidak pantas untuk hanya sekedar singgah  Apalagi menjadi tujuan terakhir kau pulang  Tidak ada lagi ruang untuk kau huni Sebab jutaan janji bermunculan menjelang pintu masuk  Riuh kenangan yang terbuka tanpa diketuk  Memunculkan sepotong wajah datang menelisik  Menyambut kehadiran siapa saja yang terasa mengusik Tanpa perlu selidik  Puing-puingnya terlarung sepi  Serupa dendam yang menyala di malam yang kehilangan lentera  Menelan purnama di sekujur tubuh  Seumpama tirai kelabu yang menaungi kalbu  Sunyi dan begitu asing  Seolah tanpa raga, pikiran bergentayangan menuju perigi  Memanggil nama Tuan dengan penuh ambisi  Serak dan begitu basah  Membuat angan kehilangan gairah  Sejak Tuan tidak lagi mengenal pulang 

Renjana Kardiomiopati

 Tentangmu bagaikan adukan kopi  Awal tegukan yang manis  Tengah kenikmatan yang puitis  Hingga berakhir pada pahitnya ampas berujung miris  Untukmu aku rela terinjak sejak awal  Layaknya dedaunan yang diangguk jatuhkan rintik hujan  Diam di tempat  Menunggu layu atau terpetik kekecewaan  Tentangmu detak waktu  Sejati namun tidak sehati  Biarlah aku menggenggammu dalam bait-bait udara  Membentuk pusaran abadi di rotasi bumi  Menjelma untaian doa menyusuri ruang malam  Menasbihkan kerinduan  Memunajatkan asa  Menggetarkan kesadaran, bahwa kelak yang kamu agungkan akan menjadi yang paling kamu relakan 

Rintik Kenang

 Di atas alas bumantara  Aku melamun pada malam  Merindu gelimang cahaya dalam kelam  Saat sang anila menari gemulai  Sekelebat akara melayang  Mencipta seraut wajah masa silam  Mendatangkan hujan bagai gulma di kelopak mata  Sulit dibasmi dan semakin liar  Semakin lama hanya desir rindu yang melanda  Sampai remuk menelusup relung  Tajam dibalik aksara bisu  Hingga perih mengiris rusuk yang berkabung 

Lakuna

 Kepada panorama yang hingar  Ada sisik lembayung yang terselubung  Pecah di kelopak mata  Retak dipecahan rindu  Jauhnya jarak yang menjejak  Membuat air mata menandai sendu  Bagai rintik-rintik embun syahdu  Di pagi hari yang kelabu  Untukmu yang hanya ilusi  Duniaku terlalu membisu  Menunggu kehadiran yang semu  Bagai kelopak sayup di ujung dahan, ia kerontang 

Simfoni Senyuman

 Dengan sebuah melodi yang mengiringi  Senyummu bagaikan alat musik  Berdenting disela gemerisik  Menjelma sebagai sebuah simfoni  Simfoni yang akan terekam di relung kalbu yang begitu sunyi  Deretan irama yang terukir indah di mulutmu Mampu menghiasi hari-hariku yang begitu pilu  Senyuman yang terbit di bibirmu  Laksana nada yang selalu ada dalam suara  Hingga mampu mengusik  Lirik-lirik rinduku dengan asyik 

Benih Nostalgia

 Kita berada pada pijak yang sama  Bumi berputar sesuai porosnya  Mega bertukar rembulan sesuai detiknya  Untukmu insan yang kurindu  Syairku tak henti melantunkan sajakmu  Pada sepi yang terus berderap Menabur benih nostalgia  Meniup sepenggal ingatan  Membuat separuh asa melambung tinggi mencari belaian  Menghadirkan harap hadirmu menyeruak ruang hening yang lama aku singgahi  Menepis sunyi sepi yang selama ini menghinggapi  Nostalgia, sungguh ku tak sanggup mengenalmu  Aku ingin menangis supaya sang raja angkasa tahu  Bahwa lelah, sesak menyelusup jiwaku